Jepang

D 5 : Tateyama Alpine Route Part 1

April 22, 2017

Terletak di Gunung Tateyama, jalur Alpine Route menghubungkan dua prefektur yang berbeda, yaitu Prefektur Toyama dan Prefektur Nagano. Kita bisa melintasi Alpine Route ini baik dari Nagano berhenti di Tateyama atau sebaliknya. Kita juga bisa melakukan perjalanan pulang pergi Nagano-Tateyama PP atau sebaliknya. Tiketnya pun dapat dibeli secara ngeteng atau full satu rute.

Dalam perjalanan kali ini, kami memulai dari stasiun Nagano. Oh iya, ini adalah kali pertama saya mendaki gunung dan kali pertama pula saya bertemu salju ๐Ÿ˜€ . Jadi, saya sangat-sangat excited. Dari Tokyo, kami menggunakan Shinkansen Asama menuju stasiun Nagano. Harganya cukup mahal dan menjadi transportasi termahal saya selama di Jepang, yaitu 7.960 yen! Jika ditempuh via bus, Tokyo โ€“ Nagano sekitar 5 jam. Menggunakan Shinkansen, kurang dari 2 jam saja. Rute Alpin Route kami kali ini, dimulai dari stasiun Ogizawa. Dari stasiun Nagano menuju Ogizawa, dapat menggunakan bus seharga 2600 yen.

Ramalan cuaca di Alpine Route hari ini adalah mendung dan hujan. Kami pun membeli payung di stasiun Nagano terlebih dahulu seharga 560 yen. Tiket bus dibeli di minimarket ini juga. Penjaganya nenek-nenek yang sangat baik. Di Jepang, pekerjaan-pekerjaan yang mudah dilakukan seperti menjaga minimarket, mengatur parkir, mengarahkan jalan, memeriksa tiket, supir taksi, dan sejenisnya, dilakukan oleh nenek-nenek atau kakek-kakek. Awalnya, saya juga heran melihat kakek-kakek dan nenek-nenek yang sudah sangat sepuh masih bekerja. Bahkan, kakek-kakek dan nenek-nenek di Jepang, sebagian besar masih bisa jalan-jalan jauh naik kereta dan piknik di taman.

LUNGGAGE DELIVERY SERVICE

Rencananya, kami akan menurunkan koper di Stasiun Ogizawa menggunakan jasa pengiriman ke Stasiun Tateyama. Ternyata, pengiriman koper tutup pukul 11 dan bukan via Stasiun Ogizawa, tapi Shiano Omachi ๐Ÿ™ . Sepanjang perjalanan di bus, kami tidak dapat menikmati perjalanan melewati pegunungan yang indah karena bingung mencari cara dan memikirkan bagaimana nasib koper kami nanti. Masak iya mendaki gunung salju bawa koper segede gaban -_-

Di Stasiun Ogizawa, kita sudah dapat mulai melihat salju walaupun tidak full di semua permukaan. Suasananya sejuk dan dingin. Sesampainya di Stasiun Ogizawa, teman saya terlebih dahulu menanyakan apakah kami boleh membawa koper melintasi Alpine Route atau tidak dan jawabannya tidak boleh :โ€™( Coba dinego dan tetap tidak boleh. Petugasnya menyarankan kami untuk meletakkan di loker persewaan Stasiun Ogizawa. Tapi, perjalanan kami kan akan berakhir di Toyama dan tidak mungkin kembali ke Nagano lagi karena kami ke Osaka melalui Toyama. Teman saya pun menuju bagian informasi Alpine route dan jawabannya tetap tidak boleh. Kamiย  disarankan untuk berangkat besok pagi saja dan mengirim koper melalui stasiun Shiano Omachi. Padahal, kami sudah pesan Willer bus untuk malam ini menuju Osaka.

Kami pun bediri di pinggir stasiun memandangi koper sambil mikir apakah kami harus membatalkan Alpine Route dan ke Toyama dengan jalur biasa ataukah apa. Akhirnya, kami memutuskan untuk membatalkan Alpine Route dan kembali ke Nagano untuk ke Toyama via jalur biasa. Padahal, tujuan saya ke Jepang di musim semi ini selain bertemu dengan Gunung Lava di Disney Sea dan foto di bawah bunga sakura adalah foto di dinding salju 16 meter di Alpine Route. Hopeless banget ๐Ÿ™ .

Setelah geret-geret koper dengan muka sedih dan hampir tanya ke petugas bus menuju Stasiun Nagano, kami melihat bus rombongan tour orang Indonesia. Kami punya ide untuk nitip koper ke bus mereka karena mereka pasti akan ke Stasiun Tateyama juga. Kami pun mendekat dan berbicara dengan guide tournya. Lansung to the point mau nitip koper karena jam sudah menunjukan lebih dari pukul 12 siang dan Alpine Route tutup jam 5 sore.

Awalnya, kami bertanya kepada guide tournya, bapak-bapak yang baik banget tapi kami lupa kenalan. Huhuhu. Beliau menyarankan kami untuk bertanya pada bosnya. Bosnya orang Indonesia, namanya Mas Firman. Tapi, beliau sibuk banget ngurusin tiket dan segala macamnya mengenai tour. Mas Firman pun meminta kami menunggu. Tapi, hingga bus akan pergi dia tidak nyamperin kami. Hopeless part 2 ๐Ÿ™ . Saat bus terakhir mau pergi, teman saya menghampiri supir bus dan supirnya tidak ngerti Bahasa Inggris. Di Jepang, segala sesuatu memang strict dan mereka tidak melakukan perkerjaan diluar tanggung jawab mereka. Akhirnya semua bus tersebut pergi dan koper masih dalam genggamann kami. Artinya, acara nitip koper ini gagal.

Nyesek banget. Ditambah lagi, group tour Indonesia itu sudah pada naik ke atas untuk melanjutkan perjalanan. Tapi, bagai ibu peri datang beneran ini mah, Mas Firman datang ke kami. Dia minta izin ke petugas Alpine Route agar mengizinkan kami membawa koper di Alpine Route menggunakan bahasa Jepang. Sepertinya, dia bilang kalau kami ini orang Indonesia juga yang ketinggalan. Akhrinya, kami pun dizinikan masuk ๐Ÿ˜€ . Yeayyyy. Walaupun dengan membawa koper. Kami juga diberi harga tiket seharga rombongan tiket tour. Alhamdulillah, rizki anak soleh. Hehehehe.

Acara naik turun stasiun dan berjalan di gunung salju geret-geret koper pun dimulai. Alhamdulillah, di berbagai kesulitan kami dibantu oleh Mas Firman, bapak-bapak yang menganggap kami sebagai anaknya sehingga kami dipanggil โ€œanakkuโ€, rombongan Mas Firman dan ajushi-ajushi ganteng yang baiiik hati membatu kami membawa koper. Huhuhu terharu. Sampai-sampai, saat kami harus duluan naik kereta karena rombongan harus jadi satu dan jika kami ikut tidak muat, mereka melambaikan tangan dada-dada sampai kereta kami jauh tidak terlihat. Huhuhu terharu lagi. Kami juga dianggap bagian dari group tour mereka dan akrab mengobrol bahkan saling menfotokan dan berkenalan.

Di perjalanan, kami banyak mengobrol dengan Mas Firman. Awalnya, dia pindah ke Jepang untuk bersekolah. Kami tidak bertanya secara spesifik S 1 atau S 2. Ketika kuliah, beliau berkeja sampingan serabutan. Tapi, bekerja serabutan di negara maju gajinya tetapi menarik kaaan ๐Ÿ˜€ . Wkwkwk. Lalu, saat ini, setelah lulus beliau bekerja tetap di suatu perusahaan. Kami sangat excited sampai nanya ngalor ngidul tentang kok bisa orang Indonesia bekerja di Jepang dan gimana caranya kuliah di Jepang. Kuliah di negara maju merupakan salah satu impian kami berdua. Walaupun saya pengennya tetep ke U.S., dan tidak tahu nanti bagaimana apakah bisa atau tidak. Semoga.

Menurut mas Firman, di Jepang itu kekurangan tenaga kerja. Ketika di stasiun Metro di Tokyo, saya juga sempat mengambil majalah yang isinya tentang lowongan kerja tapi dalam bahasa Jepang. Saya iseng aja ngambil karena gratis dan warnanya menarik. Hehehe. Saya juga jadi ingat, ketika saya bikin visa di Kedutaan Jepang, saya bersama bapak-bapak dari agency penyalur magang jepang. Walapun negara maju dan kekurangan tenaga kerja, saya masih bingung kenapa tetap terdapat homeless ya (?)

Mas Firman menyarakan kami lain kali mengirim koper kami saja dari Tokyo ke Osaka karena banyak jasa pengiriman koper dari satu kota ke kota lain di Jepang. Harganya juga murah. Untuk Tokyo ke Osaka, harganya hanya 1.300 yen dan kita tidak perlu repot naik turun stasiun bawa-bawa koper segedhe ini. Pantesan di stasiun gak pernah liat orang bawa koper yang gedhenya melibihi koper kami -_-ย  Jika teman-teman ingin mengirim koper di lokasi Alpine Route,ย harus lebih teliti dan prepare sematang mungkin berangkat kapan, ngedrop kapan dimana, dan ngambil kapan dimana. Cerita dan review setiap tempat di Alpine Route ada di tulisian di PART 2. Di sini kebanyakan cerita drama koper hehehe.

You Might Also Like